Narasita – PALU – Sebanyak 19 warga binaan pemasyarakatan (WBP) beragama Hindu di Sulawesi Tengah diusulkan menerima remisi khusus dalam rangka Hari Raya Nyepi 2025, yang bertepatan dengan Tahun Baru Saka 1947. Usulan ini diajukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Sulawesi Tengah (Kanwil Ditjenpas Sulteng) sebagai bentuk penghargaan atas perilaku baik serta partisipasi mereka dalam program pembinaan di lembaga pemasyarakatan.
Pemberian remisi khusus keagamaan merupakan hak yang diberikan kepada narapidana yang telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif, sebagaimana diatur dalam regulasi pemasyarakatan. Dengan adanya remisi ini, warga binaan yang mendapatkan pengurangan masa tahanan diharapkan semakin termotivasi untuk berkelakuan baik serta mengikuti program pembinaan dengan lebih disiplin.
Kepala Kanwil Ditjenpas Sulteng, Bagus Kurniawan, menegaskan bahwa pemberian remisi bukan hanya sebatas pengurangan masa pidana, tetapi juga merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan yang berorientasi pada pembinaan dan rehabilitasi sosial.
“Remisi ini diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada warga binaan yang telah menunjukkan perubahan positif selama menjalani masa pidana. Kami memastikan bahwa mereka yang diusulkan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan, termasuk berperilaku baik, aktif dalam program pembinaan, serta mematuhi aturan yang berlaku,” ujar Bagus pada Senin (17/3/2025).
Menurutnya, sistem pemasyarakatan modern tidak hanya berfokus pada penghukuman, tetapi juga menitikberatkan pada pembinaan mental, spiritual, dan keterampilan warga binaan agar mereka bisa kembali ke masyarakat dengan lebih baik.
Dari total 19 warga binaan yang diusulkan menerima remisi khusus Hari Raya Nyepi 2025, mereka berasal dari berbagai satuan kerja pemasyarakatan di Sulawesi Tengah. Berikut adalah rincian jumlah warga binaan yang diusulkan mendapatkan remisi:
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Ampana: 1 orang
Lapas Kolonodale: 1 orang
Lapas Parigi: 15 orang
Rumah Tahanan (Rutan) Poso: 2 orang
Bagus menjelaskan bahwa setiap warga binaan yang diusulkan telah melalui proses seleksi ketat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Remisi diberikan kepada mereka yang telah menunjukkan sikap disiplin, tidak melanggar tata tertib di dalam lapas atau rutan, serta aktif dalam program pembinaan yang diselenggarakan.
Lebih lanjut, Bagus menambahkan bahwa pemberian remisi pada hari besar keagamaan merupakan wujud nyata dari keadilan restoratif dalam sistem pemasyarakatan. Konsep keadilan restoratif menitikberatkan pada pemulihan individu dan integrasi kembali ke dalam masyarakat, bukan sekadar penghukuman.
“Remisi khusus keagamaan tidak hanya diberikan kepada warga binaan beragama Hindu dalam rangka Nyepi, tetapi juga kepada warga binaan pemeluk agama lain saat perayaan hari raya keagamaannya masing-masing. Ini menunjukkan bahwa negara memberikan kesempatan bagi semua warga binaan untuk mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Selain sebagai bentuk penghargaan atas perilaku baik, remisi juga bertujuan untuk mengurangi beban psikologis warga binaan selama menjalani masa pidana. Dengan adanya pengurangan masa tahanan, diharapkan mereka semakin termotivasi untuk tetap menjaga sikap positif dan mengikuti program pembinaan dengan penuh tanggung jawab.
Pemberian remisi ini juga diharapkan dapat menjadi dorongan bagi warga binaan lainnya untuk terus memperbaiki diri. Bagus menekankan bahwa pemasyarakatan bukan hanya tentang menjalani hukuman, tetapi juga tentang rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
“Kami berharap remisi ini bisa menjadi motivasi bagi seluruh warga binaan agar terus meningkatkan perilaku baik dan memanfaatkan waktu di dalam lapas atau rutan untuk mengembangkan diri. Tujuan akhirnya adalah agar mereka bisa kembali ke masyarakat dengan bekal yang lebih baik, sehingga tidak mengulangi kesalahan di masa lalu,” tambahnya.
Program pembinaan di lembaga pemasyarakatan sendiri mencakup berbagai kegiatan, mulai dari pelatihan keterampilan, pendidikan keagamaan, hingga kegiatan sosial yang bertujuan untuk membentuk kepribadian warga binaan agar lebih siap menghadapi kehidupan setelah bebas.
Remisi juga berdampak positif bagi sistem pemasyarakatan secara keseluruhan. Dengan adanya pengurangan masa tahanan bagi warga binaan yang memenuhi syarat, kapasitas lapas dan rutan dapat lebih terkelola dengan baik. Ini menjadi salah satu langkah dalam mengatasi permasalahan kelebihan kapasitas (overcrowding) yang sering terjadi di berbagai lembaga pemasyarakatan di Indonesia.