narasita.com-PALU-Ribuan masyarakat Sulawesi Tengah turut bersama-sama dan menyaksikan pembacaan Deklarasi Sulawesi Tengah Serambi Haramain, yakni Serambi Mekkah dan Madinah, yang disampaikan Dewan Pembina Persaudaraan Indonesia Berdzikir (PIB), Haliadi, dosen Sejarah dari Universitas Tadulako.

Ia telah melakukan penelitian sejak tahun 2006 silam, yang hasilnya menjadi salah satu faktor penting tentang Provinsi Sulawesi Tengah.

“Penelitian yang kami lakukan sejak tahun 2006 hingga kini, dapat mengungkap satu argumentasi penting untuk wilayah Sulawesi Tengah sebagai Serambi Haramain, yaitu gabungan Serambi Mekah dan Madinah,” ujar Haliadi Sadi.

Hal tersebut dikemukakannya dihadapan ribuan orang dalam acara Deklarasi Sulawesi Tengah Serambi Haramain, yang merupakan rangkaian acara Dzikir dan Sholawat Akbar dalam peringatan Milad Wanita sholawat Indonesia (Washotia) ke-4 tahun dan Milad Persaudaraan Indonesia Berdzikir (PIB) ke-12 tahun, Minggu (4/2/24).

Kegiatan tersebut menghadirkan Ketua Dewan Ulama Washotia, Al Habib H Hasan Bin Husen Aldjufri dari Cirebon, Jawa Barat, dan berlangsung di Area Event Pantai Talise, Jalan Komodo Kota Palu, yang untuk pertama kalinya digunakan sebagai lokasi kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah banyak pasca tsunami 2018 silam.

Dalam acara itu pula hadir Al Habib Abdulkadir Bin Umar Mauladdawilah, Dewan Ulama Pengurus Besar PIB dan Washotia, yang merupakan Pimpinan Majelis Darul Hijrah Malang, Jawa Timur, Ketua Umum PB-PIB Buya H Muhammad J Wartabone, Ketua Umum Washotia Hj Nilam Sari Lawira serta para pengurus dan organisasi keagamaan lainnya.

Adapun penyampaian Haliadi Sadi, bahwa Sulawesi Tengah adalah Serambi Haramain diutarakan berdasarkan lima sumber data pendukung. Pertama, ditemukannya peradaban tua megalitikum dan kebudayaan di empat lembah, yakni Lembah Bada, Behoa, Napu, dan Lembah Palu, serta satu wilayah lain yaitu Lindu, yang menunjukkan datingnya sejak abad kedua sebelum masehi, dan abad pertama hingga abad kelima.

Kedua, adanya peradaban Hand Stensil atau telapak tangan kuno pada dinding tebing dan gua di batu cadas yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara, yang menunjukkan angka di abad kelima hingga ketujuh.

Ketiga, adanya situs kuburan Imam Sya’ban yang bertuliskan angka tahun 128 Hijriah atau setara dengan 749 Masehi atau pun setara dengan abad ke-8 yang terdapat di Desa Lolantang, Kecamatan Bulagi Selatan, Kabupaten Banggai Kepulauan.

Keempat, terdapat kerajaan-kerajaan lokal Sulawesi Tengah, baik yang besar sebanyak 16 kerajaan, yaitu Kerajaan Buol, Banawa, Parigi,
Tavaeli, Banggai, Mori, Bungku, Tojo, Tatanga, Moutong, Palu, Toli-Toli, Sigi, Napu, Kulawi, dan Poso, maupun kerajaan kecil sebanyak 14 kerajaan, diantaranya Kerajaan Sausu, Kasimbar, dan Togean, yang menunjukkan keragaman peradaban sebagai masyarakat Madani di Sulawesi Tengah telah terbentuk sejak kerajaan berdiri, yakni sejak abad ke-12 hingga pertengahan abad ke-18.

Kelima, gambaran perjuangan dan
pergerakan elit
tradisional maupun elit
modern di wilayah Sulawesi Tengah menunjukkan keragaman
dan keunikan
(partikularistik) tersendiri dalam gerakan
perjuangan di awal abad
kedua puluh hingga
abad kontemporer di seluruh Wilayah Sulawesi Tengah dalam gerakan
Merah Putih.

Haliadi Sadi juga menyebut kerajaan di Sulawesi Tengah menunjukkan adanya keragaman yang
tinggi sebagai manifestasi masyarakat madani, termasuk kerajaan yang mendapat sentuhan peradaban Kristen yang dibawa oleh Albert Cristian
Kruyt pada tahun 1892 di Wilayah Kabupaten Poso hingga Morowali Utara.

Sementara Kerajaan Kulawi
disentuh oleh Peradaban Kristen yang di bawa Salvation Army atau Balla Keselamatan
oleh Leonard Hevegral Woodward, yang dirintis awal oleh Ensign Charles Jensen dan Hendrik Loois pada tanggal 15 September 1913.

“Selain kerajaan, para rajanya, tokoh ulama serta para pejuang Merah Putih adalah warisan sejarah yang tidak boleh dilupakan,” tandas Haliadi.

Menurutnya, cerminan masyarakat madani dari karakter masyarakat Madina menjadi
ciri khas dan trend untuk menjadikan Sulawesi Tengah sebagai Serambi
Haramain, ditambah lagi dengan Pulau Sulawesi sebagai garis Wallacea
yang memiliki ciri flora dan fauna yang khas seperti hewan endemik Maleo, Anoa
dan lain sebagainya.

Seluruh penyampaian Haliadi Sadi menjadi bahan yang dikemas dari hasil penelitian oleh Tim Peneliti untuk Washotia dan PIB, sehingga diktum tersebutlah yang menjadikan Sulawesi Tengah sebagai Serambi Haramain. (non)