Narasita.com- Komisi III DPRD Sulteng menggelar Forum Group Discussion (FGD) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Sulawesi Tengah tentang Sumber Daya Air di Ruang Baruga Lantai II Gedung DPRD Sulteng, Selasa, 14 Mei 2024.

FGD ini dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPRD Sulteng, Sony Tandra dan dihadiri para anggotanya, yakni Huisman Brant Toripalu, Naser Djibran, Sri Atun, dan Marlelah.

Sony Tandra dalam arahannya mengatakan bahwa naskah akademik yang dipresentasikan dalam Forum Group Discussion (FGD) ini sudah cukup bagus.

Sony Tandra mengungkapkan pentingnya kolaborasi dan masukan dari berbagai pihak, termasuk tenaga ahli, Cikasda, dan anggota Komisi III lainnya, untuk menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi

“Oleh karena itu dibutuhkan sumbang saran dari pihak yang hadir, baik itu tenaga ahli, Cikasda, dan para anggota Komisi III lainnya,” kata Sony Tandra.

Dalam pemaparan yang disampaikan oleh pihak Kemenkumham Sulteng mengenai legal draft dan penyusunan ranperda, serta oleh Dinas Cikasda Sulteng, disampaikan berbagai aspek teknis dan regulasi yang harus dipertimbangkan.

Sony Tandra, menekankan pentingnya menunggu Peraturan Presiden (PP) yang sedang disusun oleh pemerintah pusat terkait penjabaran UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air sebelum melanjutkan ke tahap penyusunan naskah akademik ranperda tersebut.

“Beberapa waktu lalu kami ke Jakarta konsultasi tentang hal ini, memang PP itu sementara disusun, diharmonisasi, tapi memang akan banyak perubahan, khususnya dalam hal kewenangan, baik itu pusat, provinsi, maupun kabupaten kota,” kata Soni Tandra.

Sony Tandra juga menyatakan dukungannya terhadap pendapat Dinas Cikasda Sulteng mengenai pengaturan kewenangan.

“Saya pribadi setuju dengan pendapat dari pihak Dinas Cikasda Sulteng untuk mengatur soal kewenangan ini. Karena sekarang ini, adanya kewenangan yang kita batasi maka provinsi sulit masuk ke wilayah desa, terutama irigasi desa. Padahal soal irigasi desa ini, kita tidak bisa mengharapkan dana desa untuk memperbaiki. Irigasi desa ini jadi tumpuan pangan dan lapangan kerja,” jelasnya

Sehingga hal ini tidak akan menjadi perdebatan antara DPRD sebagai wakil rakyat dan pemerintah daerah.

“Banyak sekali aspirasi masyarakat sulit kami realisasikan, karena kewenangan yang dibatasi ini. Kalau kita mengikuti UU, seharusnya tidak perlu ada Perda, karena perda mengakomodir yang tidak diatur oleh UU,” sambungnya.