Narasita – MOROWALI – Sejumlah kontraktor lokal yang bermitra dengan PT PP (Pembangunan Perumahan) Persero di proyek Vale IGP Bahodopi, Morowali, mengeluhkan keterlambatan pembayaran invoice yang jauh melewati batas waktu yang disepakati. Bahkan, dalam beberapa kasus, pembayaran baru dilakukan hampir setahun setelah invoice diajukan.

Salah satu mitra yang terdampak adalah Karya Morowali Utama (KMU Grup), penyedia layanan Medical Check-Up (MCU) bagi karyawan PT PP yang akan bekerja di PT Vale. Direktur KMU, Rahmiat As’ad Ede, mengungkapkan bahwa berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani beberapa tahun lalu, pembayaran seharusnya dilakukan dalam waktu tiga bulan setelah invoice diajukan. Namun, kenyataannya, banyak pembayaran yang tertunda hingga berbulan-bulan, bahkan mencapai 12 bulan.

“Kami mengalami keterlambatan pembayaran yang sangat parah. Ada beberapa invoice yang sudah kami ajukan sejak Juni 2024, tapi hingga kini belum juga dibayarkan. Total nilai invoice yang masih tertunggak lebih dari Rp600 juta,” ungkap Rahmiat.

Selain keterlambatan, Rahmiat juga mengungkapkan adanya kejanggalan dalam mekanisme pembayaran. Menurutnya, PT PP Persero kerap melakukan pembayaran secara dicicil tanpa kejelasan mekanisme, bahkan ada beberapa pembayaran yang dilakukan bukan dari rekening resmi perusahaan, melainkan dari rekening pribadi pihak tertentu.

“Kami tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana bisa perusahaan sebesar PT PP Persero membayar kontraktor lokal dengan cara seperti ini? Ini jelas mencurigakan,” tambahnya.

Ternyata, masalah ini tidak hanya dialami oleh KMU Grup, tetapi juga oleh banyak pengusaha lokal lainnya yang bermitra dengan PT PP Persero di proyek Vale IGP Bahodopi. Mereka juga mengalami keterlambatan pembayaran yang tidak wajar dan merasa dirugikan secara finansial.

“Kami ini pengusaha lokal yang baru merintis usaha dengan modal terbatas. Kalau pembayaran terus-menerus terlambat seperti ini, bagaimana kami bisa bertahan?” keluh salah satu kontraktor yang enggan disebutkan namanya.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari solusi, termasuk mediasi melalui PT Vale, namun hingga kini tidak membuahkan hasil. Rahmiat dan rekan-rekan pengusaha lokal lainnya mulai mempertimbangkan langkah hukum jika dalam waktu dekat tidak ada kepastian pembayaran dari PT PP Persero.

“Bahkan kami berpikir untuk melakukan penyegelan atau penyitaan aset jika ini terus berlarut-larut. Kami ingin kejelasan dan keadilan,” tegasnya.

Rahmiat juga berharap agar pemerintah daerah, terutama Bupati Morowali, dapat turun tangan dan memberikan perhatian terhadap nasib para pengusaha lokal yang merasa terzalimi.

“Kami ini hanya segelintir dari banyak pengusaha lokal yang mengalami nasib serupa. Jika pemerintah tidak bertindak, pengusaha kecil akan terus dirugikan oleh praktik semacam ini,” pungkasnya.

Sementara itu, NS Officer PT Vale di Blok Morowali, Winda Bestari, yang dikonfirmasi oleh media hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan terkait keluhan para kontraktor lokal ini.