NARASITA.COM-Palu- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyarankan mutasi pejabat yang dilakukan kepala daerah petahana di Pilkada 2024, dapat diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Silahkan bawa ke PTUN, jika ada pihak yang merasa mutasi atau pergantian jabatan itu melanggar Undang-Undang,” katanya dihubungi dari Palu, Sabtu.
Menurut ahli hukum tata negara itu, upaya tersebut dapat dilakukan, jika laporan para pihak tidak ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), baik provinsi, kabupaten dan kota.
Lanjut dia, jika PTUN mengabulkan permohonan itu, maka penetapan calon kepala daerah yang sudah dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat dibatalkan.
“Kalau berkaitan dengan petahana, bisa diminta PTUN untuk mendiskualifikasi pasangan calon tersebut,” katanya menegaskan.
Kata dia, salah satu dasar hukum yang bisa digunakan adalah ketentuan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 570 tahun 2016 tentang terkait sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kabupaten Boalemo, Gorontalo.
Hamdan juga menyampaikan hal yang sama, dalam dialog publik yang digelar Forum Kajian Demokrasi Kita (Fokad) dengan tema “Fenomena Kepala Daerah Incumbent Melakukan Mutasi Jabatan Menjelang Pilkada 2024: Telaah Terhadap Netralitas Birokrasi dan Implikasi pada Sistem Demokrasi”.
Hamdan mencontohkan, pada Pilakda 2009, saat dia menjadi Ketua MK, banyak temuan hasil pilkada yang akhirnya dibatalkan. Hal tersebut karena petahana memanfaatkan jabatannya, memanfaatkan birokrasi, serta memanfaatkan kebijakannya untuk memenangkan dirinya.
“Pernah bupati memutasi lebih dari 10 camat. Camat datang ke MK dan protes. MK memutuskan ini membahayakan demokrasi, merusak demokrasi dengan mamanfaatkan jabatan untuk kepentingan dirinya,” ungkapnya.
Diketahui, sejumlah KPU provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia, dilaporkan ke Bawaslu setempat. Tiga diantaranya KPU Sulawesi Tengah, KPU Kota Palu dan KPU Morowali Utara. Laporan itu terkait dugaan pelanggaran administrasi, penetapan pasangan calon kepala daerah oleh untuk Pilkada serentak 2024.
Substansi dari ketiga laporan itu, dimana KPU setempat telah meloloskan pasangan calon petahana, yang melakukan mutasi atau pengantian pejabat, enam bulan sebelum penetapan pasangan calon oleh KPU. Tindakan itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur kepala daerah tidak boleh mengganti pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.