Narasita – MOROWALI – Ketegangan di Desa Kolono, Kabupaten Morowali, memuncak setelah masyarakat setempat melakukan aksi penyegelan kantor desa. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap keputusan Penjabat (Pj) Bupati Morowali, Yusman Mahbub, yang memberhentikan Kepala Desa Kolono, Warham.
Masyarakat menilai keputusan tersebut tidak hanya mencederai demokrasi, tetapi juga melukai rasa keadilan dan hukum. Mereka menduga bahwa proses pemberhentian ini dilakukan dengan cara yang tidak transparan dan penuh intrik.
Keputusan Pj Bupati tertuang dalam Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan pada 6 Februari 2025. Namun, masyarakat baru mengetahui keberadaan SK tersebut pada 12 Februari 2025 setelah desakan besar agar dokumen tersebut diungkap. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada upaya untuk menyembunyikan keputusan tersebut.
Menanggapi SK tersebut, masyarakat secara spontan bergerak untuk mempertahankan pemimpin yang mereka pilih melalui pemilihan demokratis. Pada 14 Februari 2025, ratusan warga menggelar unjuk rasa di tiga lokasi strategis: Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (PMDPPPA), Kantor Bupati Morowali, serta Kantor DPRD Morowali.
Tekanan dari masyarakat sempat membuahkan hasil, dengan Pemerintah Daerah memutuskan menunda pelantikan penjabat kepala desa yang baru. Namun, setelah itu, tidak ada tindakan lebih lanjut dari pemerintah untuk meninjau kembali SK tersebut.
Baik masyarakat maupun Warham, kepala desa yang diberhentikan, telah mengajukan surat keberatan secara resmi. Namun, hingga kini, pemerintah daerah belum memberikan tanggapan.
Sebagai bentuk penolakan, masyarakat juga menggalang petisi yang ditandatangani oleh sekitar 1.000 warga Kolono. Mereka menyatakan sikap tegas untuk menolak pemberhentian Warham dan menuntut agar kepala desa tetap dijabat oleh orang yang dipilih langsung oleh masyarakat.
Merasa tuntutan mereka tidak dihiraukan, masyarakat akhirnya mengambil langkah lebih ekstrem. Hari ini, mereka melakukan aksi penyegelan Kantor Desa Kolono sebagai bentuk perlawanan dan peringatan keras kepada pihak-pihak yang dianggap berusaha mengabaikan hak masyarakat dalam menentukan pemimpinnya.
Masyarakat Kolono menegaskan bahwa mereka hanya ingin dipimpin oleh kepala desa yang mereka pilih melalui pemilihan umum, bukan oleh penjabat yang ditunjuk oleh Pj Bupati. Mereka juga menyatakan siap melawan siapapun yang berusaha mengganggu hak mereka dalam menentukan pemimpin.
Aksi penyegelan ini menjadi simbol perlawanan masyarakat Kolono terhadap kebijakan yang mereka anggap tidak adil. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah daerah terkait tuntutan masyarakat. Situasi di Desa Kolono masih bergejolak, dan masyarakat berjanji akan terus memperjuangkan hak mereka hingga ada kejelasan dari pemerintah.