Narasita. Com- PALU – Sebanyak 622.628 warga Sulawesi Tengah yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2024 tidak menggunakan hak pilihnya. Dari total 2.255.639 DPT, angka ini menunjukkan tingkat partisipasi pemilih yang lebih rendah dibandingkan pemilu sebelumnya, dengan sejumlah faktor penyebab yang menjadi perhatian.

Salah satu penyebab utama yang disorot adalah surat edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dengan nomor 2734/PL.02.6-SD/06/2024. Surat yang diterbitkan hanya sehari sebelum pemungutan suara ini memberikan penjelasan terkait ketentuan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Namun, minimnya waktu sosialisasi membuat banyak warga Sulawesi Tengah tidak memahami aturan baru tersebut, sehingga tidak dapat menggunakan hak pilih mereka.

Seperti dikutip dari Gemasulawesi.com, berdasarkan penelusuran, surat edaran itu memuat ketentuan tentang persyaratan administrasi seperti keharusan membawa KTP atau dokumen pengganti seperti ijazah. Namun, sejumlah pemilih, termasuk lansia dan pemilih pemula, kebingungan dan merasa kehilangan hak pilih mereka.

Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, terlihat seorang lansia di salah satu TPS di Sulawesi Tengah memprotes petugas karena tidak diizinkan memilih hanya karena tidak membawa KTP. “Saya ini sudah lama tinggal di sini, masa kalian tidak kenal saya? Hanya karena persoalan tidak bawa KTP saya, tidak kalian izinkan memilih?” ucapnya dengan nada kecewa.

Masalah serupa juga dialami pemilih pemula. Minimnya sosialisasi aturan yang membolehkan penggunaan ijazah sebagai pengganti KTP membuat banyak dari mereka tidak mengetahui hal ini hingga hari pencoblosan.

Warga menyebutkan bahwa informasi tentang aturan baru ini baru diumumkan pada 27 November 2024, sekitar pukul 12 siang WITA, kurang dari 24 jam sebelum pemungutan suara.

Seperti diberitakan sebelumnya, dari pantauan KabarSelebes.id di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah, Rabu 27 November 2024, menunjukkan suasana yang sepi sejak pagi hingga TPS ditutup pada pukul 13.00 WITA. Bahkan, banyak TPS melaporkan adanya sisa kertas suara yang jumlahnya hampir mencapai setengah dari total pemilih yang terdaftar.

Salah satu sorotan utama adalah minimnya euforia dari pemilih muda, khususnya generasi milenial dan Gen Z. Apatisme dari kelompok usia produktif ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai faktor-faktor yang memengaruhi keterlibatan mereka dalam proses demokrasi kali ini.

“Sejak TPS dibuka, tidak banyak pemilih yang datang, terutama dari kalangan muda. Padahal saat Pilpres dan Pileg, suasana begitu meriah, dengan banyak pemuda yang terlihat aktif menggunakan hak pilihnya,” ujar salah seorang petugas TPS di Kota Palu.

Penurunan partisipasi ini memunculkan berbagai spekulasi. Beberapa pihak menyebutkan bahwa kurangnya kampanye yang inovatif dan menyentuh hati pemilih muda menjadi salah satu penyebab utama.

Fenomena banyaknya warga Sulawesi Tengah tidak bisa memilih, diduga merupakan grand scenario dari pihak tertentu.

Tim RelawanBerAmal, Hengky Idrus menduga adanya skenario besar yang membuat masifnya warga yang tidak bisa memilih.

“Kami menduga ada sebuah skenario besar yang membuat adanya gerakan tidak memilih,” kata Hengky Idrus, Senin pagi.

Fenomena ini tidak hanya menjadi catatan bagi penyelenggara Pilkada, tetapi juga mencerminkan tantangan demokrasi di Sulawesi Tengah. Partisipasi yang rendah dapat memengaruhi legitimasi hasil Pilkada dan berdampak pada tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang terbentuk.

Dengan sisa kertas suara yang signifikan di banyak TPS, isu ini menjadi sinyal penting untuk segera dievaluasi oleh KPU, pemerintah, dan para kandidat.

“Ini adalah momen refleksi. Demokrasi bukan hanya tentang memilih, tetapi juga tentang memastikan bahwa setiap suara memiliki arti dan dapat memberikan dampak,” ujar Revi, seorang aktivis pemuda.

Data Partisipasi Pemilih di Sulawesi Tengah
Berdasarkan rekapitulasi real count BSPN PDI Perjuangan dengan data C.

Hasil-KWK/C hasil Plano, tercatat 622.628 warga yang tidak menggunakan hak pilih mereka. Berikut rincian warga yang tidak memilih di 12 kabupaten dan 1 kota:

  1. Banggai: 59.851
  2. Poso: 55.269
  3. Donggala: 61.688
  4. Tolitoli: 51.114
  5. Buol: 21.299
  6. Morowali: 29.337
  7. Banggai Kepulauan: 12.279
  8. Parigi Moutong: 105.365
  9. Tojo Una-Una: 27.176
  10. Sigi: 53.092
  11. Banggai Laut: 7.118
  12. Morowali Utara: 36.411
  13. Kota Palu: 102.629

Hanya tiga kabupaten, yakni Buol, Banggai Kepulauan, dan Banggai Laut, yang mencapai tingkat partisipasi pemilih hingga 80 persen.

Minimnya sosialisasi aturan baru dari KPU menuai kritik tajam dari masyarakat dan berbagai pihak. Banyak yang menilai bahwa surat edaran tersebut, meskipun bertujuan baik, justru berdampak pada hilangnya hak pilih ratusan ribu warga.

Ke depan, para pengamat berharap KPU dapat lebih efektif dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat untuk memastikan tidak ada warga yang kehilangan hak pilihnya hanya karena kendala administratif.

“Pilkada seharusnya menjadi pesta demokrasi bagi semua, bukan malah menimbulkan kekecewaan akibat kurangnya komunikasi,” ujar seorang pemerhati politik di Palu.

Pilkada 2024 ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya persiapan dan komunikasi yang matang dalam memastikan proses demokrasi berjalan lancar dan inklusif.***