Narasita. Com- PALU, — Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid secara resmi menyatakan penghentian permanen terhadap dua perusahaan tambang di Kelurahan Tipo, Kota Palu. Pernyataan itu disampaikan langsung di hadapan ribuan warga dalam aksi damai pada Selasa (10/6/2025), menandai berakhirnya delapan bulan perjuangan warga menolak aktivitas tambang di wilayah permukiman mereka.
Dua perusahaan yang dicabut izinnya adalah PT Bumi Alpamandiri dan PT Tambang Watu Kalora. Keputusan ini menggantikan surat sebelumnya yang hanya bersifat penghentian sementara.
“Kalau sebelumnya penghentian sementara, hari ini saya nyatakan penghentian permanen,” ujar Anwar disambut pekikan takbir warga yang hadir di lokasi.
Gubernur menegaskan bahwa selama masa jabatannya, ia akan melakukan moratorium terhadap seluruh izin tambang di atas wilayah permukiman rakyat. “Selama saya menjadi gubernur, tidak akan ada izin tambang baru di atas permukiman. Itu komitmen saya untuk melindungi daerah ini,” kata Anwar.
Ia menambahkan bahwa keputusan ini bukan bentuk respons terhadap tekanan aksi demonstrasi, melainkan bentuk tanggung jawab moral dan konstitusional untuk melindungi keselamatan masyarakat. “Saya ke sini bukan mencari popularitas. Ini soal tanggung jawab yang diberikan negara kepada saya,” ujarnya.
Anwar Hafid hadir bersama sejumlah pejabat daerah, termasuk Ketua DPRD Sulteng Arus Abdul Karim, Bupati Sigi Moh. Rizal Intjenae, dan Sekretaris Kota Palu Irmayanti.
Sebelum mengambil keputusan, Anwar mengaku telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk Wali Kota Palu dan Bupati Sigi. “Pak Bupati bilang singkat saja: kalau membahayakan warga, tutup,” kata Anwar menirukan pernyataan Rizal.
Warga Menangis Haru, Aktivis dan Tokoh Adat Beri Apresiasi
Keputusan Gubernur disambut dengan air mata haru oleh warga Tipo dan sekitarnya. Koordinator aksi damai yang juga Ketua Aliansi Pemuda dan Lingkungan Tipo, Faizal, menyampaikan apresiasi dan rasa lega atas keputusan itu.
“Hari ini kami meneteskan air mata. Delapan bulan kami berjuang menjaga ruang hidup kami. Hari ini luka itu terobati,” ucap Faizal.
Faizal menegaskan bahwa perjuangan warga bukan sekadar menolak tambang, melainkan juga menyatukan dua lembaga adat, Ulujadi dan Kinovaro, dalam upaya menyelamatkan kawasan Gunung Kinovaro yang menjadi hulu air dan paru-paru bagi Palu dan Sigi.
Tokoh adat Ulujadi, Astam, dalam orasinya menyoroti penerbitan izin tambang yang dinilai tidak melalui prosedur yang semestinya dan tanpa pelibatan masyarakat. Ia menegaskan masyarakat tidak menolak pembangunan, tetapi menolak pertambangan yang merusak lingkungan dan memicu konflik sosial.
“Kami tidak anti pembangunan, tapi kami menolak tambang yang merusak alam, menghilangkan sumber air, dan menimbulkan konflik sosial,” tegas Astam.