Narasita. Com- Palu – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Sulawesi Tengah mencatat jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di provinsi tersebut mencapai 3.985 orang sepanjang tahun 2024.
Angka ini jauh melampaui kapasitas yang hanya mampu menampung 2.044 orang, sehingga menyebabkan over kapasitas hingga 94,96 persen.
Kepala Kanwil Kemenkumham Sulawesi Tengah, Hermansyah Siregar, menyampaikan data tersebut dalam acara media gathering yang digelar di Lantai II Kantor Kanwil Kemenkumham Sulteng, Kota Palu, Jumat (27/12/2024).
Hermansyah menjelaskan, dari jumlah tersebut, sebanyak 934 tahanan berada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan 3.051 narapidana berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang tersebar di Sulawesi Tengah.
“Kalau di Sulteng ini masih kategori minimum-sedang, tidak terlalu tinggi over kapasitasnya. Di daerah lain bahkan bisa mencapai 200 persen,” ungkap Hermansyah.
Menghadapi masalah over kapasitas, Hermansyah menekankan pentingnya langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya. Salah satu upaya yang terus digencarkan adalah pembentukan Desa dan Kelurahan Sadar Hukum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hukum.
“Tetapi harus ada strategi khusus, termasuk bermitra dengan kepala daerah dan stakeholder agar semakin banyak terbentuk Desa-Kelurahan Sadar Hukum. Ini tanggung jawab bersama,” ujar Hermansyah.
Diketahui, pada tahun 2023, sebanyak 72 Desa/Kelurahan Sadar Hukum telah dibentuk di Sulawesi Tengah. Sementara itu, pada tahun 2024, direncanakan sebanyak 130 Desa/Kelurahan Sadar Hukum akan diresmikan setelah proses verifikasi oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan penetapan SK oleh Gubernur Sulawesi Tengah.
Hermansyah juga menyoroti pentingnya nilai-nilai kearifan lokal dalam membantu menjaga keseimbangan sosial. Ia mencontohkan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Palu, yang memiliki jumlah warga binaan anak paling sedikit dibandingkan provinsi lain.
“Kemarin saya datang ke LPKA Palu, jumlahnya cukup sedikit, hanya 21 orang. Saya bisa pastikan jumlah warga binaan anak di LPKA Palu paling sedikit dibandingkan provinsi lain, karena adanya budaya lokal yang masih dijaga,” jelasnya.
Masalah over kapasitas, lanjut Hermansyah, bukan hanya terjadi di Sulawesi Tengah, tetapi juga menjadi fenomena umum di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat untuk mencari solusi yang berkelanjutan.
Dengan kolaborasi yang baik dan pelibatan berbagai pihak, Hermansyah optimistis upaya-upaya yang dilakukan akan mampu mengurangi persoalan over kapasitas serta menciptakan masyarakat yang lebih sadar hukum.