Narasita. Com- Palu – Gugatan yang diajukan pasangan calon (paslon) Ahmad Ali dan Abdul Karim Aljufri ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pilkada Sulteng 2024 menuai kritik dari sejumlah pengamat hukum.

Pengamat Hukum Universitas Tadulako, Naharuddin, menilai gugatan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan kecil kemungkinan untuk dikabulkan.

Dalam gugatannya, pasangan dengan tagline “BERAMAL” ini menyebut kekalahan mereka disebabkan rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada Sulteng 2024.

Namun, menurut Naharuddin, klaim tersebut tidak relevan karena rendahnya partisipasi pemilih memengaruhi seluruh pasangan calon, bukan hanya paslon nomor urut 01.

“Rendahnya partisipasi pemilih tidak bisa diklaim hanya merugikan paslon Ahmad Ali, tapi juga merugikan paslon nomor urut 02 dan 03,” ujar Naharuddin, Selasa (21/1/2025).

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat partisipasi pemilih justru mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Di Pilkada 2015, partisipasi mencapai 67 persen, meningkat menjadi 70,9 persen pada Pilkada 2020, dan kembali naik menjadi 72,6 persen pada Pilkada 2024. Fakta ini, menurut Naharuddin, menunjukkan bahwa klaim rendahnya partisipasi pemilih tidak substansial.

Selain itu, tuduhan Ahmad Ali terkait dugaan pelanggaran administratif juga dinilai lemah. Paslon BERAMAL mempersoalkan kebijakan pengangkatan pejabat OPD oleh Pemerintah Kota Palu, namun Naharuddin menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan wewenang Walikota Hadianto Rasyid, bukan Wakil Walikota Reny Lamadjido, yang menjadi calon Wakil Gubernur.

“Masalah ini tidak relevan karena pengangkatan dan pelantikan pejabat OPD adalah kewenangan Walikota, bukan Wakil Walikota. Jadi, tuduhan ini tidak ada kaitannya dengan Ibu Reny,” tegas Naharuddin.

Dengan selisih suara yang signifikan antara pasangan BERAMAL dan pasangan Anwar Hafid-Reny Lamadjido, peluang gugatan ini untuk dikabulkan dinilai sangat kecil.

Meskipun sidang di MK masih berlangsung, banyak pihak memprediksi gugatan ini akan berakhir dengan penolakan.

Hingga kini, publik masih menantikan keputusan resmi dari MK terkait sengketa tersebut. Namun, berbagai analisis hukum mengindikasikan bahwa gugatan Ahmad Ali dan Abdul Karim Aljufri sulit untuk diterima